Lama kutatap pematang sawah di bawah terik matahari. Seekor burung gagak bertengger di atas kerbau. Mematuk dan memakan kutu-kutu yang menempel pada tubuh kerbau dan menggangunya beraktifitas. Makin lama kuamati tingkah lakunya. Emm… ternyata dengan adanya si gagak memakan kutu-kutu tersebut, minimal memudahkan si kerbau untuk melanjutkan aktifitasnya. Di sisi lain, si burung gagak dapat memakan dengan cara seperti itu tanpa merugikan kerbau.
Alangkah indahnya jika kehidupanku bisa berjalan seperti fenomena dua hewan ini. Keduanya diciptakan sebagai hewan simbiosis mutualisme (hewan yang menguntungkan satu sama lain). Tapi lain pada diriku. Nafsu telah menguasai diri, maka keberadaanku lebih rendah dari pada binatang. Akal dan nafsu selalu bertarung saling mendominasi. Tapi kenyataanya, aku tidak mampu menggunakan rasio (akal) dengan baik. Apa daya berkemampuan untuk memahami, menyimpulkan, berpikir secara logis (masuk akal) kalau dibarengi nafsu yang rusak. Ya… dengan kondisi seperti ini aku akan menjadi makhluk perusak dan berbahaya, makhluk pembangkang dan sombong, lalai akan keberadaanya di muka bumi. Puncaknya menjadi makhluk yang paling arogan.
Aku terlalu mudah menyalahkan dan menuding orang lain. Padahal, perbedaan bukan menjadi suatu alasan untuk kita saling bertengkar. Apa lagi mengunggulkan dan merendahkan orang lain. Aku tidak cerdas dalam menyikapi perbedaan yang ada.
Sebagai manusia biasa, akalku pun tak cukup. Harus ada penyeimbang. Akal harus memiliki nutrisi untuk mengendalikan hawa nafsu. Hanya dengan akal semata, aku terlampau kecil untuk memikirkan alam yang sebesar ini. aku tidak akan bisa menemukan hakekat dengan benar, sebab aku adalah ciptaan yang memiliki batas.
Aku terkesima dengan tulisan-tulisan Bang Irwan yang teduh. Al-qur’an yang setiap hari beliau baca telah sinergis dengan akalnya. Akalnya pun dididik untuk selalu tunduk dengan sang pencipta, dilatih untuk berfikir sehat dan jernih. Keberadaan naqli (petunjuk al-qur’an & hadis) menjadi inspirasi terbesar sekaligus pendidik akalnya. Terima kasih Bang Irwan yang telah mengingatkanku.
Buat Pak De’a dan Bang Wendra Wijaya. Mohon maaf yang sebesar-besarnya, memang di setiap goresan kalimatku terdapat kata-kata kasar. Aku hanyalah manusia biasa yang masih ingin belajar, apalagi merangkai kalimat yang santun dan sopan. Dengan adanya inseden itu, aku mulai belajar untuk menjadi lebih dewasa. Aku kagum atas sikap kalian yang tidak mudah terpancing emosi, dan pantas disebut manusia berwawasan luas.
Mengutip potongan syair lagu “HITAMKU”-ANDRA & THE BACKBONE
maafkan kata yang tlah terucap
akan ku hapus jika kumampu (insyallah mampu)
andaiku dapat meyakinkanmu
kuhapus hitamku
Lagu itu adalah lagu kesukaanku, tapi itu hanyalah sebuah lagu yang tak semua orang pasti suka. Dengan sedikit kemampuan sebagai orang bejat (arogan), akan kuhapus hitamku dengan sekuat tenaga.